Waspada Risiko Anak Di Ranah Daring,  Internet membawa banyak manfaat, terlebih pada masa pandemi seperti saat ini di mana pembelajaran harus dilakukan secara jarak jauh, namun kekerasan non-fisik juga bisa dialami anak mulai dari hal yang ditampilkan pada layar gawai itu sendiri.

Waspada Risiko Anak Di Ranah Daring

Dilansir dari AntaraNews,  Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA RI), Ciput Eka Purwianti, menyebut tiga risiko bagi anak mengalami kekerasan di ranah daring. Asisten Deputi Kementerian PPPA RI memaparkan 3 Risiko Kekerasan Anak di Media Sosial diantaranya adalah:

  1. Anak-anak rentan untuk mengalami kekerasan siber
    ini bisa termasuk eksploitasi seksual daring, terekspos pada tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, kemudian mereka juga bisa terkontaminasi dengan konten-konten radikalisme dan eksploitasi lainnya yang kita sudah banyak kasusnya,”
  2. adiksi siber
    Risiko selanjutnya adalah Beberapa kota di Tanah bahkan telah melaporkan kasus ini. Anak usia di bawah 10 tahun sudah adiksi pada gawai, termasuk adiksi pada game online juga adiksi pada pornografi.
  3. Perundungan siber
    Risiko lain yang banyak terjadi tanpa disadari adalah perundungan siber. Kebanyakan anak menerima perundungan siber secara online dari teman sebanyak, namun juga orang dewasa.
Baca Juga :  Definisi Backend Developer

Kekerasan anak di medsos

Data tentang kekerasan yang dialami anak-anak di media sosial, dari Yayasan Plan International Indonesia pada 2020, menunjukkan ancaman terbesar adalah kekerasan seksual.

Data tentang Kekerasan anak di medsos diantaranya adalah:

  1. Kekerasan seksual
    96 persen dari responden mengatakan mereka mengalami ancaman kekerasan seksual. Terbesar berikutnya ada pelecehan seksual, atau pelecehannya lainnya, melalui komentar atau pun pesan yang diterima oleh anak-anak.
  2. Stalking oleh orang asing atau orang dewasa
    Kekerasan di media sosial berikutnya adalah stalking oleh orang asing atau orang dewasa, dan kebanyakan adalah predator.
  3. Body shaming
    Body shaming, pelecehan seksual, komentar rasis, ancaman kekerasan fisik dan juga dipermalukan memalui medsos.
  4. Tulisan atau pesan teks yang tidak senonoh
    Survei lainnya, yang dilakukan di masa awal pandemi pada April 2020, ada sekitar 30 persen atau 112 anak yang mengaku mereka mendapatkan kiriman tulisan atau pesan teks yang tidak senonoh. Jadi pornografi itu tidak hanya berupa video atau gambar tapi juga termasuk teks.
  5. Dikirimi gambar atau video yang mengandung pornografi
    Terbesar berikutnya, responden survei tersebut mengaku mendapatkan kiriman gambar atau video yang tidak nyaman, dan terbesar ketiga berikutnya, mereka mengaku dikirimi gambar atau video yang mengandung pornografi.
Baca Juga :  Tips Usaha Online bagi Pemula agar Jualan Sukses

Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA RI), Ciput Eka Purwianti memaparkan juga bahwa “Ini sebuah alarm, pengingat bagi kita semua, orang tua khususnya, untuk meningkatkan bahwa bagaimana menjaga kedekatan relasi dengan anak yang semakin dia meningkat usianya tentu tantangannya semakin berbeda,”

“Yang sangat penting dan utama adalah pastikan orang tua mendampingi saat anak-anak berselancar di internet dengan gawai mereka. jadi, jangan biarkan anak-anak ini sendirian saat mereka mengakses platform-platform online ini. Baik platform edukasi, platform entertainment, ataupun berita,” . Ujar beliau. Demikian artikel tentang Waspada Risiko Anak Di Ranah Daring, semoga bermanfaat.

Baca Juga :  LINK Download Aplikasi CEK BANSOS Dan Dapatkan Saldo DANA Gratis Rp600 Ribu Dari Pemerintah

Source: antaranews.com